Beranda | Artikel
Terbunuh di Jalan Allah (Mati Syahid) Salah Satu Sebab yang Menyelamatkan dari Siksa Kubur.
Rabu, 26 Juli 2006

Bab III
Sebab-Sebab yang Menyelamatkan Seseorang dari Siksa Kubur

4. Terbunuh di Jalan Allah (Mati Syahid) Salah Satu Sebab yang Menyelamatkan dari Siksa Kubur.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ﴿١٦٩﴾فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ﴿١٧٠﴾يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb-nya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. Dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” [Ali ‘Imran/3: 169-171].[1]

Di dalam masalah ini ada beberapa hadits yang menjelaskannya:

  • Hadits ‘Ubadah bin Shamit. Demikian pula hadits Qais al-Judzami Radhiyallahu anhuma. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دُفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْـرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ اْلأَكْبَرِ، وَيُحَلَّى حُلَّةَ اْلإِيْمَانِ وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ.

Ada enam keistimewaan di sisi Allah yang dimiliki oleh seseorang yang mati dalam keadaan syahid: (1) Dia diampuni semenjak tetesan darah yang pertama. (2) Diperlihatkan tempatnya di dalam Surga. (3) Dilindungi dari siksa kubur. (4) Aman dari kegoncangan yang sangat besar. (5) Dihiasai dengan perhiasan keimanan dan dinikahkan dengan bidadari-bidadari. (6) Bisa memberikan syafa’at kepada tujuh puluh orang keluarganya.”[2]

  • Dari seseorang dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata:

أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا بَالُ الْمُؤْمِنِينَ يُفْتَنُونَ فِيْ قُبُورِهِمْ إِلاَّ الشَّهِيدَ، قَـالَ: كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً.

Sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah! Kenapa hanya orang-orang yang mati syahid saja yang tidak dikenai fitnah di dalam kuburnya?’ Beliau menjawab, ‘Kilatan pedang yang mengenai kepalanya sudah cukup merupakan fitnah.’”[3]

Perhatian!
Syahadah yang seperti ini diharapkan pula dari seseorang yang memintanya dengan ketulusan dari dalam hatinya walaupun kesempatan untuk mati syahid di dalam sebuah pertempuran tidak dia miliki. Hal ini sebagaimana dikatakan di dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ سَأَلَ اللهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللهُ مَنَـازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ.

Siapa saja yang meminta kesyahidan dengan benar, maka Allah akan menyampaikannya kepada kedudukan para syuhada walaupun dia mati di atas ranjangnya.”[4]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً.

Kilatan pedang yang mengenai kepalanya sudah cukup merupakan fitnah (ujian).”

Sabda Rasulullah, “Keimanannya dicoba dan dibersihkan dari kemunafikan dengan kilatan pedang di kepalanya,” maknanya adalah (hanya Allah Yang Maha Mengetahui), maka dia tidak akan pernah lari dengannya, sedangkan seorang munafik tidak akan pernah bersabar dengan kilatan pedang di atas kepalanya. Tegasnya keimananlah yang mendorong dirinya untuk mengorbankan dirinya, sehingga bergejolaklah di dalam dirinya kemarahan di jalan Allah dan Rasul-Nya dengan berusaha untuk menegakkan kalimat-Nya. Orang tersebut telah menampakkan kebenaran di dalam dirinya dengan berjuang di jalan Allah. Itu semua sudah mencukupi dirinya dari cobaan di dalam kubur.”[5]

[Disalin dari Al-Qabru ‘Adzaabul Qabri…wa Na’iimul Qabri Penulis Asraf bin ‘Abdil Maqsud bin ‘Abdirrahim  Judul dalam Bahasa Indonesia KUBUR YANG MENANTI Kehidupan Sedih dan Gembira di Alam Kubur Penerjemah Beni Sarbeni Penerbit  PUSTAKA IBNU KATSIR]
______
Footnote
[1] Lihat kitab Fat-hul Baari (VI/42) di dalam pembahasan Sebab Seseorang yang Mati Syahid Dinamakan Syahid. Lihat pula kitab Risaalah Abwaabis Sa’aadah fii Asbaabisy Syahaadah, karya as-Suyuthi.
[2] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1663), kitab al-Jihaad, bab Tsawaabu Syahiid, dan beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Ibnu Majah (no. 2799), Ahmad (IV/131) dari hadits Miqdam bin Ma’di Karib. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitab Ahkaamul Janaa-iz, hal. 35, 36.
[3] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i (XCI/28). Al-Albani berkata di dalam kitab Ahkaamul Janaa-iz, hal. 36, “Sanadnya shahih.”
[4] HR. Muslim, kitab al-Imaarah, bab Istihbaab Thalabisy Sya-haadah fii Sabiilillah (no. 1909 (157)) dari hadits Suhail bin Hanif.
[5] Dikatakan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab ar-Ruuh, hal. 109.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1895-terbunuh-di-jalan-allah-mati-syahid-salah-satu-sebab-yang-menyelamatkan-dari-siksa-kubur.html